Minggu, 24 Oktober 2010

Aha, ini dia si kontraksi !!

Hari ini sudah sekitar sebulan berselang sejak peristiwa besar itu. Ya, peristiwa yang akhirnya menggelari saya sebagai seorang ibu sejati, yang melahirkan anak dari rahim saya sendiri. Anak ini lahir lewat dari tanggal perkiraan semua dokter. Dokter satu bilang anak ini akan lahir tanggal 11 September sedangkan dokter yang lainnya bilang tanggal 13 September. Namun kedua tanggal itu saya lewati begitu saja tanpa ada tanda-tanda yang nyata bahwa ia siap dilahirkan. Tak terhitung lelahnya saya harus bolak-balik Rumah Bersalin (RB) untuk memeriksakan kandungan saya yang sudah masuk due date.

Hari itu saya ingat, hari Jumat. Sebelumnya dokter berpesan bila sampai Jumat (17/9) saya belum juga melahirkan, akan diberikan obat perangsang kontraksi , biar saya mules2 dan akhirnya merangsang bukaan. Setelah USG dan periksa dalem yang rasanya ga enak banget itu saya diberikan obat kecil warna putih yang dibagi jadi empat bagian. Tiap hari saya harus makan satu sampai seminggu ke depan. Sukur2 sebelum seminggu saya sudah lahiran. Sepulang dari rumah bersalin, saya makan siang dan meminum obat itu. Sambil tetap beraktivitas jalan sore, berdiri-jongkok-berdiri, senam hamil, ngepel jongkok biar si dede cepet keluar. Tapi jangankan kontraksi, mules2 aja enggak, malah saya ngerasa badan saya sehat bugar, hihi.

Keesokan harinya, Sabtu (18/9) saya bangun lebih pagi dari biasa karena abang WO. Saya sempat menyiapkan teh hangat dan sarapan ala kadarnya. Namun di pagi itu ada yang aneh, pinggul saya agak terasa ngilu, tidak seperti biasanya. Saya tidak menganggapnya serius, mungkin hanya kecapean saja, begitu pikir saya. Sakit pinggang ini juga saya utarakan kepada suami saya sebelum jalan, tapi seperti biasa dia santai-santai aja tuh, jadinya saya juga santai. Kecemasan saya karena belum juga melahirkan pun telah berganti perasaan pasrah. Toh, tak ada baiknya bila memaksakan kehendak kita sama Allah. Saat itu yang ada di pikiran saya, “Biarlah rahim ini bekerja sebagaimana mestinya” Saya yakin Allah sudah tetapkan tanggal terbaik bagi si jabang bayi lahir ke dunia.

Jam tujuh pagi, dimulailah rutinitas saya. Jalan pagi dan belanja sayur. Hari itu saya kepingin banget makan kentang balado, jadinya setelah jalan pagi dan belanja saya masak makanan untuk makan siang saya. Saat itu saya ingat saya masih sempat ngulek sambal balado dengan gaya menahan mules di perut. Makin siang, setelah minum obat kontraksi itu rasa pegel di pinggang terutama di bagian belakang makin menjadi2. Sempet terpikir memang, jangan2 hari ini adalah hari melahirkan saya. Karenanya untuk menyimpan energi, saya paksakan diri untuk tidur siang. Tidur siang saya lumayan pules. Saya baru terbangun sekitar jam 4 sore dan itu pun ditambah tidur2an selama satu jam.

Maghrib pun datang, pinggang belakang itu semakin sering datangnya. Bila sebelumnya ia datang 30 menit sekali sekarang menjadi 15 bahkan 8 menit sekali dengan durasi sekitar 45 – 60 detik. Sinetron favorit saya –ketika cinta bertasbih- pun tak mampu mengalihkan rasa sakit itu. Alhasil saya bolak-balik kamar aja. Setiap si ngilu datang, saya rebahan di kasur, jongkok, muter2, pokoknya melakukan apa pun yang bisa mengurangi rasa sakit *even, it didnt work, hehe. Sampai malam pun rasa ngilu tak kunjung hilang. Saya sempat sms-an dengan bidan tempat saya akan melahirkan. Beliau menyarankan untuk memeriksakan diri ke RB, siapa tau udah bukaan, katanya. Namun, saya harus bersabar sambil meringis menunggu suami saya pulang tugas.

Jam 10, jam 11, jam 12, suami tak kunjung pulang, rasa sakit semakin menjadi2. Kontrasksi-kah ini? Jujur saat itu saya gak tau sama sekali bahwa rasa sakit yang saya rasa saat itu adalah kontraksi asli yang selama ini saya tunggu2. Saya bingung sama badan saya sendiri. Mau bertanya, ga tau bertanya sama siapa?

Akhirnya sekitar jam setengah satu pagi, suami saya pulang. Saya langsung cerita tentang rasa sakit yang sudah datang 5 menit sekali itu. Tapi, karena beliau saat itu sedang lelah2nya (wajar karena dia terjaga hampir 22 jam) dia bilang untuk menahan rasa sakit itu sampai besok pagi. “Besok pagi aja ya, sekarang dibawa tidur aja” Lagian kita juga males, kalau sampe kita tereleminasi lagi dari RB, kayak biasanya, hehehe. Tapi boro2 saya bisa tidur setiap mau rebahan di kasur, rasa sakit itu datang, dan alhasil saya cuma bisa muter2 kamar tidur ga bisa tidur.

Ngeliat saya yang “menderita” kayak gitu, suami juga kayaknya ga tega. Keputusan pun diambil. “Ya udah deh, kita periksa, mau disuruh pulang lagi gapapa deh” Saya ganti baju secepat kilat, langsung pergi ke RB naik motor. Saat keluar rumah, saya Cuma pamitan sama adik saya Dian. Saya ga pamitan sama papa, karena takutnya kontraksi biasa. Takut juga bikin panik kalo saya sesumbar sama orang rumah, hehe. Btw, kebayang ga sih kontraksi2 naik motor pagi2 buta???!! *hahaha, hal paling nekat yang pernah kita berdua lakukan-selain pacaran diem2 di kampus*
Dalam hati saya perbanyak zikir aja, kalau memang sekarang waktunya agar dipermudah dan dipercepat.

Setelah melewati dinginnya pagi dan polisi tidur yang jumlahnya banyak itu *yang memperparah rasa sakit, sampailah kita di RB. Rasanya seperti orang mau buang air besar ketemu WC, pengen buru2 masuk, tapi sayang karena udah pagi, pintu RB pun dikunci. Jadilah saya pijit2 bel dulu, mana lamaaaa banget yang keluar untuk bukain pintu. Setelah sekitar 5 menit ada juga yang keluar untuk bukain pintu. Badan saya merinding ga keruan nahan rasa sakit. Dan setelah masuk saya disuruh naik ke kamar bersalin. Ternyata saat itu baru ada yang melahirkan, bayinya gede deh 4 kg, dan salutnya si ibu melahirkan normal!!! Wuih keren.

Saya pun berbaring di kasur, bidan datang. SOP pemeriksaan dalam pun dilakukan. Sarung tangan, gel biar licin dibalurkan dan yak..... tangan bidan pun masuk. Bidan itu ga ngomong berapa pembukaan saya. Dia Cuma bilang, perlengkapannya udah dibawa? Nanti urus admin kamar ya di bawah. Saya dan suami pun liat2an. Inikah hari yang kami nanti2 itu?? Bukaan berapa sus? Tanya saya. Udah bukaan empat. Waaakkzz... bukaan empat! Subhanallah... Permudah ya Allah .. dan drama pun dimulai sejak saat itu ..